Jumat, 18 Desember 2009

Menanti Gebrakan Asuransi Syariah

Yusuf Karim

Penduduk mayoritas muslim membuat Indonesia menjadi pangsa besar bisnis syariah salah satunya asuransi syariah. Namun hingga kini sektor itu masih belum berkembang luas. Masyarakat masih berpatokan return investasi tinggi yang konvensional.

Perkembangan industri asuransi syariah di negeri ini diawali dengan kelahiran asuransi syariah pertama Indonesia pada 1994, yakni PT Syarikat Takaful Indonesia (STI) yang berdiri pada 24 Februari 1994.

Asuransi syariah pertama itu dimotori Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) melalui Yayasan Abdi Bangsa, Bank Muamalat Indonesia, PT Asuransi Jiwa Tugu Mandiri, Departemen Keuangan RI, serta beberapa pengusaha Muslim Indonesia.

Selanjutnya, STI mendirikan dua anak perusahaan, yaitu asuransi jiwa syariah bernama PT Asuransi Takaful Keluarga (ATK) pada 4 Agustus 1994 dan asuransi kerugian syariah PT Asuransi Takaful Umum (ATU) pada 2 Juni 1995. Setelah Asuransi Takaful dibuka, berbagai perusahaan asuransi menyadari cukup besarnya potensi bisnis asuransi syariah di Indonesia.

Baru setelah itu, terjadi peningkatan signifikan dalam pangsa pasar asuransi syariah. Sebagai contoh, pendirian bisnis asuransi jiwa syariah dilakukan oleh perusahaan Asuransi Syariah Mubarakah.

Sedangkan strategi pengembangan bisnis melalui pembukaan divisi atau cabang asuransi syariah dilakukan sebagian besar perusahaan, antara lain PT MAA Life Assurance, PT MAA General Assurance, PT Great Eastern Life, PT Asuransi Tri Pakarta, PT AJB Bumiputera 1912, dan PT Asuransi Jiwa BRIngin Life Sejahtera.

Ketua Umum Asosiasi Asuransi Syariah Indonesia (AASI) periode 2008-2011, Mohammad Shaifie Zein menilai perkembangan asuransi syariah beberapa tahun terakhir menunjukkan catatan cukup baik.

Premi perusahaan asuransi syariah pada 2006 sebesar Rp 497 miliar dengan total aset Rp 917 miliar. Angka itu kemudian meningkat menjadi Rp 1,2 triliun dengan total aset Rp 1,9 triliun pada 2007.

Namun ia mengaku belum mengetahui secara persis perkembangan di akhir 2008. "Di 2008, kira-kira total asetnya diatas Rp 2 triliun. Kalau tahun ini kemungkinan tidak seperti tahun-tahun sebelumnya," kata dia.

Berkah bisnis syariah ini pula yang mendasari peluncuran Prudential unit link syariah pada 2007 lalu. Hanya selang setahun lebih, produk tersebut hingga akhir 2008 telah memiliki total dana kelola Rp 752 miliar meningkat dari posisi akhir 2007 Rp 496 miliar.

Assistant Vice President Head of Syariah and Product Development Prudential Ade Bungsu menjelaskan bahwa peluncuran Pru-link Syariah berawal dari riset yang dilakukan oleh perusahaannya.

"Dimulai pada riset di 2003, saat itu minat terhadap produk syariah sebenarnya sudah cukup tinggi. Namun karena belum adanya berbagai instrumen investasi, maka tidak ada pengembangan yang berarti," sebutnya.

Menindaklanjuti survei tersebut, Prudential masih menahan diri. Kemudian pada 2006 dilakukan kembali survei, saat itu, produk-produk berbasis syariah sudah mulai bermunculan seperti Jakarta Islamic Index dan produk investasi berbasis syariah lainnya.

Survei menunjukkan karakteristik masyarakat Indonesia yang berpenduduk mayoritas muslim masih cenderung mengambang. "Hampir 70% masih melihat return yang ditawarkan. Artinya kalau return-nya sama dengan yang ditawarkan oleh konvensional mereka mau masuk syariah, kalau di bawah konvensional mereka tidak mau," imbuhnya.

Sementara masyarakat yang berkarakter syariah loyalis hanya 10%, sisanya yang 20% masyarakat yang justru konvensional loyalis. Yang dimaksud syariah loyalis adalah mereka yang hanya mau menggunakan produk keuangan syariah, demikian juga untuk yang loyalis.

Ade menjelaskan bahwa berdasarkan hasil tersebut, maka Prudential berusaha menciptakan produk asuransi unit link berbasis syariah yang tidak boleh kalah dengan produk serupa yang konvensional. "Mulai dari layanannya, hingga returnnya. Minimal sama dengan yang ada dikonvensional," sebutnya.

Selain itu, dari hasil survei 2003 juga disebutkan bahwa salah satu yang menyebabkan masyarakat enggan menggunakan produk syariah adalah disebabkan minimnya pengetahuan akibat jarangnya sosialisasi yang dilakukan.

Hal ini yang membuat Prudential melakukan aksi sosialisasi secara gencar. Ini didukung dengan 60 ribu agen sales force yang sebelumnya juga menjual produk-produk konvensional.

Ade menilai bahwa ke depan kendala yang menjadi perhatiannya adalah bagaimana mengotimalkan potensi pasar syariah. Di lain sisi, penetrasi produk asuransi maupun produk keuangan syariah relatif masih rendah, apalagi produk asuransi syariah.

"Asuransi konvensional hanya 5%, demikian juga untuk produk syariah juga masih minim. Ini yang menjadi perhatian kami," paparnya.

Selain itu, yang juga penting adalah menjaga bagaimana produk-produk syariah bisa benar-benar mencerminkan prinsip-prinsip syariah. Jangan syariah hanya digunakan sebagai simbol belaka. Ini akan menghancurkan kredibilitas industri asuransi syariah. [E1]

Sumber :
http://www.inilah.com/berita/ekonomi/2009/05/20/108677/menanti-gebrakan-asuransi-syariah/
20 Mei 2009

Tidak ada komentar:

Posting Komentar